Diberitakan Berperingkat Tinggi Terkena Residu Pestisida, Kaget

Senin, 2 Juli 2012 | 09:00 WIB
Petani di Rembang melakukan pemupukan tanaman padinya. (Foto: Rom)

REMBANG – Dinas Pertanian dan Kehutanan (Dintanhut) Kabupaten Rembang mengaku kaget dengan pemberitaan sejumlah media nasional yang menyebut Rembang sebagai salah satu kabupaten dengan peringkat tertinggi terkena residu pestisida di Jawa Tengah, bersama Cilacap, Brebes dan Pati.

Kepala Dintanhut Kabupaten Rembang, Suratmin kepada suararembang melalui wawancara telepon, Senin (2/7), menuturkan, data hasil riset yang dirilis Balai Penelitian Lingkungan Pertanian Balitbang Pertanian Kementerian Pertanian tersebut, perlu diklarifikasi kebenarannya.

“Sebab kenyataannya, penggunaan pestisida oleh sebagian besar petani di Rembang cenderung minim. Logikanya, sebagian besar lahan pertanian di Rembang tergolong tadah hujan dan hanya dimanfaatkan maksimal pada musim penghujan. Kalau musim kemarau seperti ini jelas banyak yang ‘bero’,” terang dia.

Menurut Suratmin, selama ini, penggunaan pestisida pada sejumlah tanaman pertanian merupakan pilihan terakhir dan ketika mulai mengancam ambang ekonomis.

“Selagi belum mengancam, penggunaan pestisida relatif sedikit dilakukan. Apalagi, dua tahun terakhir kami secara intensif melakukan penerapan Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) dengan kecenderungan ke model pertanian organik,” tuturnya.

Pihaknya juga serius mengembangkan pestisida hayati dibuktikan dengan pembinaan secara intensif kelompok pembuat pestisida berbahan alami seperti yang dikembangkan petani di Kecamatan Kaliori.

“Memang penggunaan pestisida akan cukup mudah ditemui pada pertanian melon. Namun, penggunaannya pun masih dalam normal, tidak berlebihan. Sementara untuk pertanian tembakau malah sangat minim. Sebab tembakau yang tercemar pestisida, nilai jualnya rendah bahkan tidak laku dan petani tahu itu,” tegas Suratmin.

Jika pun ditilik dari jumlah formulator pestisida yang beroperasi di Rembang, kata dia, bakal bisa diketahui apakah pestisida marak digunakan dalam jumlah di atas normal oleh petani Rembang.

“Jumlah formulator pestisida di Rembang tidak banyak. Masih kalah dengan daerah lain. Bisa tanya mereka. Hampir pasti mereka menyebut bahwa Rembang bukan pasar potensial peredaran pestisida,” kata dia.

Balai Penelitian Lingkungan Pertanian Balitbang Pertanian Kementerian Pertanian dalam pemberitaan sejumlah media nasional menyebutkan, pestisida untuk padi seharusnya diberikan 2-3 kali per minggu. Namun, ditemukan, petani memberikannya 4-7 kali dalam seminggu. Terhadap sayuran, dari seharusnya 4-5 kali, diketahui diberikan 7-12 kali dalam seminggu.

Menurut pihak Kementerian Pertanian, sebenarnya petani sudah bisa menandai bahwa padinya tercemar residu pestisida. Itu terlihat pada malam hari, di sawah mereka tidak ada suara kodok, tidak ada kunang-kunang, suara jangkrik, dan ular sawah. Sunyi. Itu sudah pasti tanahnya tercemar.

“Kami akan melakukan koordinasi dengan pihak Balitbang untuk mengetahui parameter yang digunakan dalam survei penentuan daerah dengan residu pestisida. Sebab kami tidak tahu menahu soal survei itu. Parameternya saja belum dapat,” terang dia. (Puji)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Disclaimer: Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan editorial redaksi mataairradio.com. Redaksi berhak mengubah kata-kata yang berbau pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan