Petani Keluhkan Padi Rontok

Selasa, 14 Februari 2012 | 06:49 WIB


SUMBER – Sejumlah petani di Kecamatan Sumber mengeluhkan buliran padi yang rontok sebelum dipanen sehingga mengakibatkan produktivitas panen mereka di musim tanam pertama menurun.

“Saya tidak paham apa penyebabnya (padi rontok sebelum dipanen, red.). Mungkin karena bibit awalnya yang tidak bagus atau tercampur dengan varietas lain,” kata seorang petani di Dusun Kanung Desa Tlogotunggal, Komari, Selasa (14/2).

Ia menyebutkan, padi di lahan seluas seperempat hektare miliknya diketahui rontok ketika hendak dipanen. “Sebagian petani memang memilih menggunakan bibit yang ditangkar sendiri dari hasil panen tahun lalu untuk ditanam di musim tanam pertama. Mungkin saat penangkaran tersebut, ada varietas lain, padi mudah rontok, yang tercampur,” kata dia.

Karena rontok sebelum dipanen, kata Komari, ada pengurangan hingga lima persen dari produktivitas panen seharusnya. “Idealnya, dari seperempat hektare lahan, bisa dihasilkan gabah hingga 1,2 ton. Namun, akibat rontok, panen hanya mampu menghasilkan 1,1 ton,” kata dia.

Petani pun, imbuh dia, harus ekstra hati-hati saat panen, agar buliran padi tidak jatuh percuma ke tanah. “Waktu panen pun menjadi bertambah lama,” kata dia.

Petani lainnya di Desa Jadi, Parkun mengatakan, selain padi rontok, petani juga sedang dipusingkan dengan tumbuhnya padi liar alias padi angin. “Padi ini memiliki tinggi yang lebih dari rata-rata varietas lokal. Akibatnya, ketinggian tanaman menjadi tidak sama dan menyusahkan saat panen,” kata dia.

Ia berharap pihak Dinas Pertanian dan Kehutanan setempat memberikan sosialisasi kepada petani tentang kiat memilih bibit yang baik, antara lain tidak mudah rontok, roboh, dan tidak tercampur dengan varietas lain.

Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Rembang, Suratmin mengatakan, padi rontok bisa disebabkan antara lain oleh pemupukan yang tidak berimbang. “Jika pemupukan dilakukan dengan terlalu banyak urea, maka selain rentan roboh, buliran padi juga rawan rontok,” kata dia menjelaskan.

Petani, lanjut dia, perlu memerhatikan unsur dalam tanah. “Ketika padi mudah roboh dan rontok, bisa jadi lantaran tanah terlalu banyak unsur nitrogennya, sementara kadar pospor dan kaliumnya kurang,” kata dia.

Sejauh ini Distanhut merekomendasikan pengurangan penggunaan pupuk urea hingga hanya menjadi Rp200-250 kilogram per hektare. “Pengurangan itu diimbangi penggunaan pupuk Phonska sebanyak 200 kilogram dan pupuk organik (petroganik) hingga 2 ton,” kata dia. (Puji)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Disclaimer: Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan editorial redaksi mataairradio.com. Redaksi berhak mengubah kata-kata yang berbau pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan