Rupiah Tertekan, Harga Kedelai Impor Masih Stabil

Selasa, 19 Januari 2016 | 18:32 WIB
Salah seorang pedagang kedelai impor di Pasar Pamotan, Farida, di sela perbincangan dengan reporter mataairradio, Selasa (19/1/2016). (Foto: Mukhammad Fadlil)

Salah seorang pedagang kedelai impor di Pasar Pamotan, Farida, di sela perbincangan dengan reporter mataairradio, Selasa (19/1/2016). (Foto: Mukhammad Fadlil)

 

PAMOTAN, mataairradio.com – Harga kedelai impor di Rembang masih stabil, meski pada saat ini, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat masih tertekan di angka Rp13.932.

Menurut para pedagang, stabilnya harga kedelai impor, sudah berlangsung selama 6 bulan terakhir.

Farida, pedagang kedelai impor di Pasar Pamotan, Selasa (19/1/2016) pagi membenarkan, tertekannya rupiah belum berdampak pada melonjaknya harga kedelai.

“Saya masih menjual kedelai impor dengan harga Rp7.000 per kilo untuk produsen tempe dan Rp7.300 untuk pembeli eceran,” ujarnya.

Menurutnya, secara pasokan, kedelai impor masih normal. Ia mengaku biasa disuplai komoditas itu dari Jawa Timur.

Stabilnya harga kedelai, diduga karena tingkat permintaan yang cenderung turun. Biasanya, permintaan kedelai ramai, ketika puncak musim hujan dan saat pasokan ikan sepi.

“Kalau ikan sepi, banyak yang mengonsumsi tempe, jadi permintaannya melonjak,” terangnya.

Katumi, pedagang kedelai impor di Pasar Lasem juga mengakui, tertekannya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, tak lantas mengerek harga komoditas itu.

“Iya. Harga masih stabil. Pasokan pun masih lancar,” ujarnya.

Berbeda dari Farida yang menjual kedelai impor dengan harga hanya Rp7.000 per kilo bagi produsen tempe, Katumi mengaku menjual komoditas ini dengan harga Rp7.500 per kilogram.

“Soalnya saya mengulak kedelai impor dari pemasok dengan harga Rp7.000 per kilo,” akunya.

Menurutnya, pembeli kedelai impor darinya nyaris tidak bergeser. Kebanyakan masih para produsen tempe dan tahu.

Seminggu sekali, ia mengaku masih bisa menjual 2,5 ton kedelai impor.

“Kedelai impor lebih laku karena kedelai lokal tidak bisa diproses menjadi tempe dan tahu yang baik,” ujarnya.

Secara terpisah, Sundari, pedagang tempe di Pasar Lasem mengatakan, sejak usai libur tahun baru, pembeli dagangannya sepi.

“Daya beli masyarakat sedang lesu karena penghasilan mereka mungkin banyak dipakai untuk membiayai tanam pertama padi,” pungkasnya.

 

Penulis: Mukhammad Fadlil
Editor: Pujianto




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Disclaimer: Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan editorial redaksi mataairradio.com. Redaksi berhak mengubah kata-kata yang berbau pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan