Wacana BLT Rawan Pantik Adu Domba

Rabu, 14 Maret 2012 | 06:09 WIB


REMBANG – Wacana pemberian bantuan langsung tunai (BLT) kepada keluarga miskin sebagai kompensasi atas rencana kenaikan harga eceran BBM bersubsidi sebesar Rp1.500 per 1 April 2012 dinilai bisa memantik adu domba antarwarga di kalangan rakyat kecil.

Ketua RT 5 RW 1 Desa Bogorame, Kecamatan Sulang, Lamijan, Rabu (14/3) mengemukakan, pemberian bantuan langsung tunai rawan menimbulkan gesekan di kalangan masyarakat bawah.

“Data keluarga miskin hampir selalu menjadi masalah. Bahkan, Ketua RT kerap dituding pilih kasih dalam memberikan bantuan. Padahal, data dari Pusat memang seperti itu. Maunya kebanyakan warga, setiap bantuan dipukul rata. Ini yang bikin repot,” kata dia.

Menurut dia, sangat dimungkinkan muncul protes dari masyarakat yang tidak memperoleh bantuan langsung tunai (BLT). “Apalagi, jika data yang digunakan sebagai dasar sudah tidak valid,” kata dia.

Kepala Desa Bogorame, Budi Lestaryono menandaskan, kesadaran warga yang mampu untuk tidak menerima bantuan belum sepenuhnya tumbuh. “Akibatnya, distribusi BLT menjadi merepotkan dan menimbulkan kecemburuan di masyarakat serta mudah disusupi adu domba,” kata dia.

Ia pun menilai BLT merupakan program yang tidak mendidik masyarakat. “BLT tak perlu ada. Kami berharap Pemerintah mencari formulasi lain yang lebih tepat. Jika perlu tidak usah menaikkan harga eceran BBM,” kata dia.

Pemerintah akan memberikan jatah BLT kompensasi penaikan harga BBM bagi 17,5 juta keluarga atau 70 juta jiwa penduduk miskin dengan alokasi Rp150.000 per keluarga untuk masa 9 bulan.

Asisten II Bidang Perekonomian Sekretaris Daerah Kabupaten Rembang, Supraja mengatakan, jika pun program BLT digulirkan mestinya Pemerintah menggunakan data keluarga miskin terkini, hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2011.

“Peluncuran program BLT memang hampir selalu menimbulkan gejolak di masyarakat. Sebagai antisipasinya, maka data yang digunakan mestinya data terkini dari BPS,” kata dia.

Menurut dia, apabila data yang digunakan sebagai dasar pemberian kompensasi kenaikan harga BBM adalah data lama BPS, data keluarga miskin tahun 2008, maka gejolak di masyarakat bakal tak terelakkan.

“Kami tidak tahu pasti apakah pemberian kompensasi kenaikan harga BBM menggunakan data yang mana. Hanya, kami berharap bisa mengggunakan data terkini untuk menekan keresahan,” kata dia. (Puji)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Disclaimer: Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan editorial redaksi mataairradio.com. Redaksi berhak mengubah kata-kata yang berbau pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan