Berjuang Akhiri Ancaman Kekeringan

Sabtu, 26 Mei 2012 | 16:07 WIB


SULANG – Kekeringan menjadi ancaman serius bagi sejumlah desa di Kabupaten Rembang, salah satunya Desa Bogorame, Kecamatan Sulang. Krisis air pun hampir tak bisa dielakkan di desa berpenduduk lebih dari 1.260 jiwa itu.

Namun, ancaman tersebut bisa jadi hanya akan menjadi kenangan dalam beberapa tahun mendatang. Pasalnya, meski bantuan dari pemerintah kabupaten terbilang minim bahkan nyaris tidak ada, pihak desa bersama warga secara intensif berswadaya membuat tangkapan air.

Yang paling terakhir, per 21 Mei 2012, pemerintah desa dan warga menyulap sebagian wilayah sungai desa setempat yang dangkal menjadi areal tangkapan air.

“Sungai yang telah mengalami pendangkalan parah, kami normalisasi secara mandiri. Sementara, karena ada bagian aliran sungai yang menikung terlalu tajam, kami memilih untuk memotongnya sehingga lurus. Sisa bagian aliran yang telah dipotong berikut tanah GG yang ada didekatnya kami sulap menjadi tangkapan air,” terang Budi Lestariyono, Kepala Desa Bogorame, Sabtu (26/5).

Ketika mengawali rekayasa pembuatan tangkapan air tersebut, lanjut Budi, warga secara sukarela menebangi puluhan rumpun bambu di kawasan setempat.

“Dari puluhan rumpun itu, kalau dihitung jumlah bambunya bisa mencapai ribuan batang. Namun, secara sadar warga memotongnya. Sebab, warga yakin dengan pembuatan tangkapan air itu, kelak mereka tidak perlu repot mencari air bersih hingga berkilo-kilometer,” ujar Budi.

Saat ini, pihak desa menyewa satu unit eskavator dari Kudus dan dibiayai dengan secara swadaya. “Semoga, dalam waktu dekat akan ada kepedulian dari Pemerintah atas upaya warga ini. Warga ingin menyelamatkan desanya dari kekeringan dan krisis air bersih yang hampir selalu terjadi saat musim kemarau,” tandas dia.

Tahun lalu, warga dan pemerintah desa setempat juga telah secara swadaya membangun sebuah embung resapan di wilayahnya untuk menampung air saat musim hujan dan menghindarkan masyarakat desa itu dari kekeringan pada masa mendatang.

Masyarakat dan pemerintah desa, ketika itu, menyepakati penggunaan lahan “bengkok” (tanah milik desa yang dipinjamkan kepada perangkat desa untuk digarap dan dipetik hasilnya sebagai pengganti gaji, red.) milik kepala dusun dan kepala urusan pemerintahan desa setempat, sebagai areal pembangunan embung resapan.

Dengan swadaya dan gotong royong warga, embung resapan yang berkapasitas 45.000 meter kubik tersebut, kini sudah terbangun meski belum final, dan telah menghabiskan anggaran lebih dari Rp63 juta. (Puji)




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Disclaimer: Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan editorial redaksi mataairradio.com. Redaksi berhak mengubah kata-kata yang berbau pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan