Petani garam di Kecamatan Kaliori. (Foto: Puji) |
KALIORI – Para petani garam di Kabupaten Rembang mengaku enggan memproduksi garam grosok kualitas super (kw I) karena kesulitan mencari pembeli. Para pedagang kini lebih memilih membeli garam kualitas II yang lebih murah dan sudah bisa terserap ke pabrik.
Ata Supriyadi (35), salah seorang petani di Desa Dresi Kulon, Kecamatan Kaliori, Sabtu (14/7) mengatakan, saat ini petani lebih mengejar produksi garam kw II. Apalagi masa produksi garam jenis itu lebih singkat yakni antara dua hingga tiga hari.
“Meski harganya lebih rendah, saat ini Rp 350 per kilogram. Namun petani tak ada pilihan lain karena membutuhkan uang cepat dari hasil panenan,” katanya.
Disebutkan, dalam satu minggu petani mampu memproduksi hingga 1,7 ton per petak lahan garam. Petani masih bisa memacu hasil produksi saat puncak musim kemarau mendatang.
“Pada puncak musim kemarau produksi bisa dipacu hingga 3 ton per petak, atau 9 ton per hektare,” jelasnya.
Dari pantauannya, hanya sebagian kecil petani di Desa Tasikharjo dan Lasem yang tertarik untuk memproduksi garam kw 1. Itu pun karena lahan di tempat itu cocok untuk memproduksi garam super yang membutuhkan waktu hingga 5 hari masa produksi.
Dwi Purwanto, petani garam di Dusun Caruban, Desa Gedongmulyo, Kecamatan Lasem menambahkan, petani enggan memproduksi garam kualitas super karena belum ada jaminan harga dari Pemerintah. Jika dijual murah, petani tentu yang akan dirugikan.
Disebutkan, harga pembelian saat ini masih jauh di bawah harga patokan pembelian Pemerintah tahun 2011. Saat itu Pemerintah menetapkan harga pembelian garam sebesar Rp 550 per kilogram untuk garam kualitas II dan Rp 750 per kilogram untuk garam kualitas I.
Kabid Pengawasan dan Perlindungan Sumber Daya Kelautan pada Dinas Kelautan dan Perikanan (Dinlutkan) Rembang Pamuji mengatakan, Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sudah mengucurkan anggaran bantuan pemberdayaan usaha garam (Pugar) senilai Rp 8,268 miliar.
“Dana sebesar itu sudah dikucurkan kepada 358 kelompok. Sebanyak 233 kelompok baru mendapatkan masing-masing Rp30,2juta dan 125 kelompok lama menerima Rp9,2juta. Dengan bantuan ini petani seharusnya bisa memproduksi garam kualitas super,” katanya. (Puji)
Tinggalkan Balasan