Audiensi Korban Penyanderaan Masalembu, Kapolres: Itu Pemerasan

Selasa, 11 November 2014 | 16:30 WIB
Kapolres Rembang AKBP Muhammad Kurniawan tengah berbicara di forum audiensi antara perwakilan pemilik kapal, nahkoda, dan awak korban penyanderaan dengan pihak terkait, termasuk kepolisian, tentara, dan DPRD di Ruang Rapat Utama DPRD Rembang, Selasa (11/11/2014) pagi.

Kapolres Rembang AKBP Muhammad Kurniawan tengah berbicara di forum audiensi antara perwakilan pemilik kapal, nahkoda, dan awak korban penyanderaan dengan pihak terkait, termasuk kepolisian, tentara, dan DPRD di Ruang Rapat Utama DPRD Rembang, Selasa (11/11/2014) pagi.

 

REMBANG, mataairradio.com – Kapolres Rembang AKBP Muhammad Kurniawan menilai aksi penangkapan, penyanderaan, dan permintaan uang tebusan terhadap 15 kapal berikut sekitar 370 awak asal Kecamatan Sarang dan Kragan di Pulau Masalembu Kabupaten Sumenep Jawa Timur, merupakan bentuk pemerasan.

Pernyataan tersebut diungkapkan Kapolres ketika berbicara di forum audiensi antara perwakilan pemilik kapal, nahkoda, dan awak korban penyanderaan dengan pihak terkait, termasuk kepolisian, tentara, dan DPRD di Ruang Rapat Utama DPRD Rembang, Selasa (11/11/2014) pagi.

Menurutnya, karena merupakan bentuk pemerasan, maka tindakan kelompok nelayan di Masalembu bisa diproses secara hukum. Namun karena bentuk-bentuk pemerasan secara lebih jelas diketahui secara nyaris persis oleh Kepolisian Resor Rembang.

“Orang nggak bisa disekap tanpa alasan yang jelas. Siapa, prosedur, dan institusi penangkapnya harus jelas. Penyekapan boleh dilakukan instansi negara. Itu pun penyekapan untuk pengamanan. Kalau tidak dalam satu institusi negara, itu tindak pidana penyekapan,” tegas Kapolres.

Dia juga menyatakan, proses penangkapan yang dilakukan dengan menggunakan kapal yang identitasnya bukan milik aparat negara, tidak bisa pula disebut benar. Pihak yang menangkap semestinya pun jelas.

“Kalau yang menangkap pakai senjata tajam, jelas bukan aparat. Itu pun petugas harus membawa surat perintah tugas karena penangkapan tersebut bukan termasuk tangkap tangan. Kalau tertangkap tangan, bisa saja tidak bawa surat perintah tugas,” tandasnya.

Prosedur penangkapan yang salah apalagi sampai dimintai uang “hibah” yang semestinya lebih pantas disebut sebagai uang tebusan, menurut Kapolres, jelas tidak sesuai ketentuan.

“Jika ada oknum aparat yang terlibat, baik TNI-AL, TNI-AD, Polisi, dan aparat siapapun, ini jelas dalam perbuatan yang salah. Apalagi sampai menyandera dan meminta jaminan. Itu tidak boleh. Ini sudah jelas ada pelanggaran hukum,” katanya kembali menegaskan.

Kapolres merekomendasikan kepada pihak DPRD Rembang agar secepatnya melakukan langkah politik seperti berkirim surat kepada Menteri Keluatan dan Perikanan atau berkirim surat komplain dari masyarakat nelayan Rembang kepada DPRD Sumenep atau DPRD Jawa Timur.

“Soal dugaan keterlibatan oknum aparat, buat saja surat dengan tembusan ke instansi kami, kepolisian. Kalau ada dugaan keterlibatan aparat dari instansi lain juga dibuat tembusan yang sama. Ini bentuk komitmen kami jangan sampai institusi kami terciderai oleh ulah oknum,” pungkasnya.

Seperti diketahui, 15 kapal dan sekitar 370 awak dari Kecamatan Sarang dan Kragan ditangkap dan disandera pada Minggu (2/11/2014) sekitar pukul 02.00 WIB oleh kelompok nelayan di Pulau Masalembu.

Mereka dianggap melanggar jalur penangkapan ikan di Masalembu. Nelayan setempat menentukan sendiri zona tangkap bagi kapal mini purseseine 30 mil.
Padahal Pemerintah menyatakan zona tangkap sebagaimana zona ekonomi eksklusif berada di atas 12,7 mil, dan ketika ditangkap nelayan Rembang berada di 17-20 mil dari bibir Pantai Masalembu.

Tidak hanya ditangkap dan disandera, tetapi setelah tim perunding dari Rembang yang salah satunya terdiri atas pemilik kapal, datang ke Masalembu, ada permintaan uang tebusan sebesar Rp50 juta per kapal atau Rp750 juta yang terpaksa dipenuhi.

Jumat (7/11/2014) pagi, semua uang tebusan yang diminta dipenuhi lunas, dan siang harinya kapal dan nelayan sandera dilepaskan. Mereka tiba di Rembang pada Sabtu (8/11/2014) siang selepas zuhur.

 

Penulis: Pujianto
Editor: Pujianto




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Disclaimer: Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan editorial redaksi mataairradio.com. Redaksi berhak mengubah kata-kata yang berbau pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan