Nelayan Rembang Ancam Blokir Pantura Tujuh Hari

Senin, 2 Maret 2015 | 18:20 WIB
Massa pendemo dibubarkan aparat, Senin (02/03/2015) siang, pukul 14.00 WIB. (Foto: Pujianto)

Massa pendemo dibubarkan aparat, Senin (02/03/2015) siang, pukul 14.00 WIB. (Foto: Pujianto)

 
REMBANG, mataairradio.com – Ribuan nelayan di Kabupaten Rembang kembali memblokir Jalan Pantura kota ini, Senin (2/3/2015) pagi.

Aksi itu sebagai bentuk protes terhadap kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang melarang penggunaan 16 alat tangkap di antaranya cantrang dan dogol.

Mereka memblokir jalan di tiga titik, yakni di kawasan Bundaran Adipura, pertigaan Tireman, dan pertigaan Pasar Pentungan.

Di pertigaan Tireman, massa bahkan sempat memblokir jalan dengan memasang batu berukuran besar.

Pemblokiran di pertigaan Tireman menutup akses truk maupun angkutan umum ke arah Semarang, sedangkan blokade di pertigaan Pentungan menutup akses ke arah Surabaya.

Adapun blokade di wilayah Bundaran Adipura untuk memantik respon Pemerintah Kabupaten Rembang.

Arus lalu lintas tertahan selama lima jam, sejak pukul 09.00 WIB, sehingga kendaraan menumpuk dan mengular panjang.

Suyadi, seorang awak kapal cantrang asal Tireman mengaku sudah sebulan libur melaut.

“Sejak aksi demo pertama (28/2/2015) yang juga memblokir pantura, bos tidak berani memberangkatkan kapal untuk berlayar. Apalagi kabarnya ada tiga kapal cantrang yang ditangkap di perairan. Kabarnya dari Juwana dan Indramayu,” katanya.

Dia tidak beralih ke jenis pekerjaan lain, misalnya kuli bangunan karena minim pengalaman.

“Satu kapal, pandeganya 15-25 orang. Di Rembang ada seratusan kapal cantrang. Kalau nggak melaut semua, ada 2.500 orang yang menganggur. Jika semua beralih jadi kuli bangunan, apa yang langsung bisa tertampung,” terangnya.

Pada aksi tersebut nelayan mengancam akan menggelar unjuk rasa setiap hari selama tujuh hari.

“Unjuk rasa akan dilakukan setiap hari selama tujuh hari mulai pukul 08.00 hingga pukul 17.00 WIB, dengan memblokir Pantura,” ungkap Sumarlan, salah seorang orator aksi.

Mereka “keukeuh” menolak penerapan kebijakan Menteri Susi yang melarang cantrang.

Sugiyarto, awak kapal cantrang lainnya asal Layur Gedongmulyo Kecamatan Lasem menanti solusi dari Pemerintah.

“Larangan cantrang dari Menteri Susi mestinya disertai solusi. Tidak hanya melarang, tetapi solusinya tidak ada. Kami sekolah rendahan, bisanya cuma melaut. Kami berusaha mencari makan sendiri. Pemerintah kasih solusi lah,” tegasnya.

Dia mengaku sudah dua bulan libur melaut gara-gara takut ditangkap pasca-terbit larangan cantrang.

“Jika pun solusinya adalah penggantian alat tangkap, kan ya harus menunggu sampai alat tangkap yang baru selesai dibuat. Sementara kalau libur, kebutuhan hidup keluarga kan tidak berhenti dipenuhi,” tandasnya.

Nelayan Rembang tercatat sudah dua kali melakukan demo berskala besar, yakni pada 28 Januari lalu di Rembang dan “ngeluruk” ke Jakarta pada Kamis 26 Februari kemarin.

Namun meski kebijakannya diprotes, Menteri Susi tidak akan mencabut larangan itu demi kelestarian laut.

Sementara itu, aksi unjuk rasa kali ini berakhir lebih cepat dari yang diagendakan nelayan. Sedianya, mereka akan berdemo hingga pukul 17.00 WIB.

Tetapi polisi bersama tentara memaksa mereka untuk bubar pukul 14.00 WIB. Salah satu alasannya, karena arus lalu-lintas menumpuk terlalu parah.

Setelah negosiasi sempat berlangsung alot, massa akhirnya mau membubarkan diri lebih awal dan tidak anarkhis alias tertib.

 

Penulis: Pujianto
Editor: Pujianto




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Disclaimer: Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan editorial redaksi mataairradio.com. Redaksi berhak mengubah kata-kata yang berbau pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan