Gratis di Puskesmas, Awas Abate Palsu

Selasa, 2 Februari 2016 | 19:11 WIB
Dua bungkus abate merek Temofos yang diedarkan oleh seorang penjual di Desa Tireman Kecamatan Rembang. Merujuk pada spesifikasi di kemasannya, terdapat legalisasi dari departemen kesehatan dan pertanian. Masyarakat diminta waspada oleh kemungkinan peredaran abate palsu memanfaatkan tingginya insidensi kasus DBD di Kabupaten Rembang. (Foto: Pujianto)

Dua bungkus abate merek Temofos yang diedarkan oleh seorang penjual di Desa Tireman Kecamatan Rembang. Merujuk pada spesifikasi di kemasannya, terdapat legalisasi dari departemen kesehatan dan pertanian. Masyarakat diminta waspada oleh kemungkinan peredaran abate palsu memanfaatkan tingginya insidensi kasus DBD di Kabupaten Rembang. (Foto: Pujianto)

 

REMBANG, mataairradio.com – Pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang mengaku mendistribusikan abate secara gratis melalui tiap puskesmas di daerah ini.

Meski demikian, karena area yang harus dilakukan abatisasi cukup luas, maka masyarakat boleh membeli abate secara mandiri.

Namun Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Rembang Ali Syofii kepada reporter mataairradio Selasa (2/2/2016) sore meminta masyarakat agar berhati-hati terhadap kemungkinan peredaran abate palsu.

“Sering kali ada pihak yang mengambil keuntungan (secara ilegal saat musim kasus DBD),” katanya.

Terkait dengan peredaran abate seharga Rp2.500 per dua bungkus di berbagai daerah di Kecamatan Rembang, antara lain di Desa Kasreman, Ali tak bisa memberikan komentar mengenai asli atau tidaknya.

“Sebab kami belum melihat secara fisik. Kami perlu tahu dulu dan mengujinya, apakah asli atau tidak,” tandasnya.

Kepala DKK menjelaskan, larvasidasi atau abatisasi dilakukan dalam rangka intensifikasi dan ekstensifikasi gerakan pemberantasan sarang nyamuk.

Abate biasa digunakan untuk membunuh jentik nyamuk di bak-bak penampungan air.

Menurutnya, untuk mengetahui keaslian dan kemurnian produk, masyarakat bisa memperhatikan spesifikasi abate sebagaimana yang tertera pada label, meliputi kandungan bahan aktif, kode produksi, dan izin edar.

“Perlu dipastikan adanya label atau izin edar dari pemerintah atau kementerian terkait,” tegasnya.

Selain dari spesifikasinya, abate asli bisa dilihat dari bentuk fisiknya yang granuler atau berbutir semacam pasir dan berbau khas dari bahan aktif temephos.

Masyarakat yang ragu dengan keaslian abate yang baru dibelinya, bisa menghubungi puskesmas terdekat.

Pada kesempatan terpisah, Wakil Ketua DPRD Rembang Bisri Cholil Laquf berharap agar pihak dinas kesehatan mengencangkan sosialisasi dengan turun langsung ke masyarakat lewat RT sekaligus membagikan abate yang bersumber dari puskesmas.

“Sebab biasanya masyarakat tak mau repot, termasuk soal identifikasi abate palsu atau asli,” ujarnya.

Oleh karena itu, ia yang merupakan legislator dari wilayah Kecamatan Rembang berharap kepada pihak dinas kesehatan agar tidak menunggu jatuhnya korban DBD dan korban abate palsu, sehingga sosialisasi perlu disegerakan.

 

Penulis: Pujianto
Editor: Pujianto




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Disclaimer: Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan editorial redaksi mataairradio.com. Redaksi berhak mengubah kata-kata yang berbau pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan