Komentar Pengusaha Soal Garam Media Isolator di Rembang

Kamis, 16 Oktober 2014 | 17:50 WIB
Salah seorang petani garam di Dresi Kulon Kecamatan Kaliori hendak mengangkut hasil panen dari tambaknya, Kamis (16/10/2014) sore. (Foto: Pujianto)

Salah seorang petani garam di Dresi Kulon Kecamatan Kaliori hendak mengangkut hasil panen dari tambaknya, Kamis (16/10/2014) sore. (Foto: Pujianto)

 

KALIORI, mataairradio.com – Pengusaha garam konsumsi di Kabupaten Rembang menyambut hangat hasil produksi garam dari tambak bermedia isolator dari para petani. Mereka mengaku mendapat beragam keuntungan dari pasokan garam berkualitas cenderung super melalui media geomembran ini.

Pupon, pemilik perusahaan garam konsumsi dengan label Apel Merah menyebut, garam yang dihasilkan dari media isolator lumayan bersih, sehingga tidak menambah waktu untuk mencuci ketika membeli.

Selain itu, penyusutan akibat kandungan air pada garam yang dihasilkan dari media isolator, disebut lebih rendah dibandingkan garam yang diproduksi dari mejanan tanah.

“Penyusutan akibat air sekitar 20 persen untuk garam biasa, sedangkan pada garam yang dihasilkan dari media isolator, hanya susut sekitar lima persen,” katanya kepada mataairradio.com, Kamis (16/10/2014) sore.

Menurutnya, penyusutan terjadi setelah garam dibersihkan, sehingga tinggal disemprot iodium. Menurutnya, karena kadar airnya rendah, maka senyawa utama yakni NaCl atau garam dapur menjadi lebih tinggi.

Oleh karena beragam keunggulan garam yang dihasilkan dari media geomembran ini, pihaknya sanggup membeli panenan petani dengan harga lebih mahal dibandingkan dengan garam yang dibuat secara tradisional (mejanan tanah, red.).

“Saya membeli garam geomembran dari pemasok dengan harga Rp600 per kilogram, sedangkan garam krosok biasa beli Rp460 dalam dua pekan terakhir,” ungkapnya.

Hingga Kamis (16/10/2014), Pupon mengaku sudah membeli total 1.000 ton garam geomembran dari pemasoknya. Dia memperkirakan akan menyerap paling tidak 4.000 ton garam geomembran.

“Selain garam yang dihasilkan dari media isolator ini, kami juga masih membeli garam krosok biasa karena banyak juga yang butuh untuk pengawetan ikan di kapal atau di pengolahan ikan asin,” imbuhnya.

Kepala Seksi Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rembang Nurida Andante Islami mengaku belum bisa mematok target jumlah produksi garam dari tambak yang mengadopsi teknologi geomembran.

“Kalau target produksi garam dari pugar dan non-pugar sebanyak 223.726,7 ton. Kalau yang dari Pugar 2014 belum ada target kartena baru uji coba adopsi geomembran,” tegasnya.

Produksi garam dengan geomembran atau media isolator dilakukan di atas mejanan berbahan plastik LDPE setebal 0,2-0,5 centimeter. Plastik ini dihampar di atas tambak yang kemudian digenangi air tua sebagai bahan baku pembuatan garam.

Para petani garam mengaku menggelar lembaran plastik tebal itu pada malam hari. Sebab jika dilakukan pada siang hari, mereka terganggu angin, sehingga sulit menghamparkannya.

 

Penulis: Pujianto
Editor: Pujianto




Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Disclaimer: Komentar adalah tanggapan pribadi, tidak mewakili kebijakan editorial redaksi mataairradio.com. Redaksi berhak mengubah kata-kata yang berbau pelecehan, intimidasi, bertendensi suku, agama, ras, dan antar golongan